Senin, 23 November 2015
Bagi Hasil Pasar Distop, FMPP Bentuk Tim Pengambilalihan Status dan Pengelolaan Pasar

SURUH – Pemerintah Desa Suruh bersama
kelompok masyarakat yang tergabung dalam aliansi Forum Masyarakat Peduli Pasar
menggelar aksi gerakan moral dengan tajuk “Lawan Kesewenang-wenangan, Pertahankan
Pasar Suruh”. Aksi gerakan moral tersebut dilaksanakan senin (23/11) di lingkungan
Pasar Suruh dengan memasang spanduk dan membagikan slebaran. Selain itu para
pedagang pasar juga melakukan gerakan untuk tidak membayar retribusi sampai
waktu yang belum ditentukan.
Mereka menyerukan tuntutan kepada Pemerintah
Kabupaten Semarang terkait pengambilalihan aset Pasar Suruh. Akasi tersebut
dipicu dengan adanya persoalan antara Pemerintah Desa Suruh dengan Pemkab Semarang,
dalam hal ini Bagian Aset DPPKAD yang merekomendasi Pasar Suruh adalah aset
Pemkab. sehingga Disperindag tidak berani mengalokasikan bagi hasil retribusi
pasar.
Sejarah Desa
Menurut sejarah Desa Suruh, tanah
Pasar dan Masjid Kauman Suruh merupakan tanah “Perdikan”, yaitu hadiah dari
kraton untuk Raden Astra Wijaya yang merupakan cikal bakal Desa Suruh. Setelah
berdirinya Masjid Kauman pada tahun 1816, tanah tersebut diwalafkan untuk kepentingan
Masjid dan masyarakat.
Mungkin Pemerintah Kabupaten Semarang
dalam hal ini Bagian Aset tidak memahami kenyataan tersebut, padahal sampai
saat ini mereka belum bisa menunjukkan bukti kepemilikan atas tanah tersebut.
Sekitar tahun 80an, tanah tersebut
dibangun pasar oleh Pemkab. Semarang, karena adanya Aset Pemkab. Semarang yang
berdiri di atas tanah tersebut, maka selama ini pasar tersebut dikelola oleh
Pemkab. Semarang. Adapun pembagian hasil dari pengelolaan adalah 50% untuk Desa
dan 50% untuk Pemkab.
Menurut Kepala Desa Suruh Latif
Kurniawan, Sekitar tahun 2003/2004, pernah terjadi persoalan dengan Pemkab.
Semarang berkenaan dengan pembangian hasil. Pemkab meminta 70% sedangkan
Pemerintah Desa mendapat 30%. Pemerintah Desa, BPD (Badan
Permusyawaratan Desa) bersama DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) memperjuangkan
pembagian hasil pasar yang dimediasi oleh Asisten Bupati pada saat itu. Karena
Pemkab belum bisa menunjukkan bukti kepemilikan atas tanah pasar tersebut, maka
sebagai bentuk kerjasama antara Desa Suruh dengan Pemkab disepakati pembagian
hasil 50% : 50%.
“Status Pasar Suruh akan kami perjuangkan
terus, dalam waktu dekat akan kita bentuk Tim Pengambilalihan Status Pasar
Suruh dan Tim Pengelola Pasar”, jelas Latif Kurniawan. (Forum Masyarakat Peduli Pasar).
Ketua DPRD Salatiga Hadiri Festival Drumblek di Desa Suruh
Warga Salatiga tidak asing lagi dengan
istilah drumblek yang merupakan salah satu aset kesenian kota Salatiga.
Musik ini sering dijumpai pada acara-acara tertentu. Bisa dikata bahwa drumblek
sudah menjadi ikon kota Salatiga, meskipun Drumblek merupakan salah satu
kesenian musik yang baru mengalami perkembangan. Perkembangan ini bisa dilihat
dengan banyak sekali bermunculan kelompok para penabuh tong tersebut di
beberapa daerah, bahkan di luar kota Salatiga.
Di Desa Suruh Kabupaten Semarang,
Tepatnya di Lapangan Banggirejo Jumat, 6 November 2015 Karang Taruna Svarna
Gatra juga menggelar acara Festival drumblek dan Lampion guna memperingati hari
Sumpah Pemuda.
Hadir dalam kesempatan tersebut ketua
DPRD Salatiga M. Teddy Sulisto, SE. dalam sambutannya menjelaskan bahwa
drumblek memang kesenian asli Salatiga, namun kesenian tersebut bukan milik
Salatiga, akan tetapi milik seluruh masyarakat Indonesia.
“Kesenian drumblek bukan milik Salatiga,
tapi milik seluruh masyarakat Indonesia” kata M. Teddy Sulistio, SE.
Ketua DPRD juga meminta
masyarakat Desa Suruh untuk memperbanyak kegiatan yang melibatkan
kelompok-kelompok kesenian drumblek. Selain itu, sebagai kerja sama dengan
wilayah tetangga, ketua DPRD Salatiga juga berharap jika Salatiga ada kegiatan
festival atau lomba drumblek, akan mengundang Masyarakat Desa Suruh untuk hadir
dan mengikurtinya.
Kepala Desa Suruh Kab. Semarang, Latif
Kurniawan S.Ag sangat mengapresiasi kehadiran Ketua DPRD Salatiga dalam
pergelaran festival drumblek tersebut.
“Saya atas nama warga Desa Suruh sangat
bangga atas kehadiran Ketua DPRD Salatiga yang memiliki kesenian Drumblek.
Meskipun Suruh merupakan wilayah pedesaan, namun Suruh ingin lebih dari Kota
Salatiga. Kedepan semoga kita bisa bekerjasama dengan Salatiga untuk mengadakan
pergelaran yang lebih besar lagi” jelas Latif Kurniawan.
Dari 11 grup drumblek
mengikuti festival tersebut sebagai juara 1 adalah drumblek Cebongan, sedangkan
Juara 2 ada dua group, yaitu Drumblek Kauman dan Drumblek Kepundung. (ss).
Langganan:
Komentar (Atom)

